Trenggiling, Asal Nama dan Statusnya yang Dilindungi

Nama trenggiling berasal dari Bahasa Melayu yakni pengguling atau guling yang artinya menggulung atau melingkar seperti bola. Pola ini, menggulung tubuh, dilakukan sebagai bentuk pertahanan menghindari ancaman.

Trenggiling adalah jenis hewan soliter, nokturnal, yang cenderung pemilih dalam selera makan, dan lebih suka menunggu hingga memperoleh apa yang disukai daripada mendapatkan makanan seadanya.

Hewan ini adalah mamalia dari ordo Pholidota. Satu keluarga yang masih ada, Manidae, memiliki tiga genera, Manis yang terdiri atas empat spesies yang hidup di Asia, Phataginus yang terdiri atas dua spesies hidup di Afrika, dan Smutsia yang terdiri atas dua spesies juga tinggal di Afrika.

Taksonomi

  • Kerajaan : Animalia
  • Filum : Chordata
  • Kelas : Mammalia
  • Superordo : Laurasiatheria
  • Ordo : Pholidota

Morfologi Trenggiling (Manis Javanica)

Trenggiling memiliki nama Latin Manis javanica, yang merupakan salah satu spesies hewan yang berasal dari ordo Pholidota. Di luar negeri, trenggiling di kenal sebagai pangolin dan tergolong anteater, yang berarti pemakan semut.

Nama pangolin berasal dari kata Melayu “pengguling”. Hewan ini di temukan secara alami di daerah tropis di seluruh Afrika dan Asia.

Ciri trenggiling betina, lebih pendek daripada trenggiling jantan. Trenggiling memiliki moncong dan hidung yang merupakan daerah sensitif dan aktif.

Trenggiling memiliki lidah yang panjangnya hampir sama dengan tubuhnya, sekitar 56cm. Lidah trenggiling mempunyai dua prinsip kerja yaitu memanipulasi makanan yang berada di mulut serta membantu dalam mengambil dan memilih makanan yang berasal dari lingkungan.

Trenggiling
Trenggiling, Hewan yang Dapat Menggulung Seperti Bola

Habitat dan Penyebaran

Trenggiling hidup di berbagai habitat seperti di hutan primer, hutan sekunder, bahkan di areal perkebunan seperti perkebunan karet dan di daerah daerah terbuka. Di Indonesia trenggiling tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan beberapa pulau kecil di Kepulauan Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali, dan Lombok (Corbet dan Hill 1992 dalam Junandar 2007). Trenggiling juga terdapat di Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

Trenggiling memiliki wilayah jelajah yang luas dan biasanya menempati sarang selama beberapa bulan saja. Hewan ini merupakan binatang nocturnal, yang aktif melakukan kegiatan hanya di malam hari. Pada siang hari trenggiling biasanya bersembunyi di lubang sarang, salah satunya berada di atas pohon.

Dalam memperoleh pakan, trenggiling menggunakan indera penciumannya untuk mendapatkan mangsa. Sebelum menemukan mangsa, trenggiling biasanya membaui daerah yang diduga merupakan tempat bersarangnya mangsa.

Kemudian ia menggali sumber pakan tersebut dengan menggunakan cakar depannya hingga mangsa keluar. Lidah trenggiling sudah bersiap-siap untuk menangkap mangsa saat mangsa sudah mulai keluar.

Perilaku minum pada trenggiling tidak jauh berbeda dengan cara memperoleh mangsanya. Trenggiling mengeluarkan lidahnya dan memasukkannya kembali dengan cepat ketika minum. Tak jarang, dalam aktivitas makannya di alam, trenggiling terlihat ikut memasukkan kerikil atau butiran pasir, yang tidak terlalu halus ke dalam mulutnya. Makanan yang dicerna di dalam lambung sepenuhnya dilakukan hingga menjadi halus dengan bantuan kerikil yang tertelan.

Trenggiling dapat menggali tanah untuk membuat sarang atau mencari makan dengan kedalaman 3,5 meter.

Selain membantu menyuburkan dan menggemburkan tanah di dalam hutan. Trenggiling juga merupakan satwa pemangsa serangga perusak pohon. Seperti semut dan binatang halus lain yang sering menggerogoti pepohonan hingga mengalami pengeroposan. Keberadaan trenggiling ini yang secara tidak langsung dapat menjaga kelangsungan regenerasi ratusan jenis pepohonan yang ada di hutan.

Baca juga : Harga Busa Jakarta

Manfaat/Potensi

Trenggiling, secara ekologi dapat di jadikan sebagai pengendali hama ulat dan serangga di pohon. Karena merupakan satwa insektivora pemakan semut, rayap, atau serangga lainnya. Sebagai satwa pemakan serangga, trenggiling bermanfaat untuk penggemburan tanah, karena dalam mencari mangsa, trenggiling menggali atau membuat lubang di dalam tanah.

Tanah yang sering tergali dan tertimbun kembali oleh cakaran trenggiling lama-kelamaan dapat menjadi lebih gembur. Hal itu karena di dalam tanah terjadi siklus oksigen yang baik atas bantuan dari aktivitas makan trenggiling.

Secara ekonomi, trenggiling termasuk sumber daya alam hewani yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran internasional. Hal ini karena manfaat secara sosial dan budaya dari trenggiling. Seperti penyediaan protein hewani, kebutuhan sebagai obat tradisional, dan kepentingan permintaan lain seperti tonik di beberapa negara.

Mengapa Trenggiling Dilindungi?

Trenggiling (Manis javanica) merupakan jenis mamalia yang masuk dalam daftar jenis satwa di lindungi di Indonesia dan terdaftar pada Appendix II CITES (IUCN, 2008). Trenggiling merupakan salah satu satwa dipercaya dapat menjadi penawar bagi penyakit tertentu oleh masyarakat China, terutama sisik dan dagingnya. Sebagian kalangan meyakini trenggiling dapat dijadikan obat kuat dan makanan bagi masyarakat di pedesaan atau pedalaman di Kalimantan Timur.

Tingginya tingkat perdagangan terutama untuk perdagangan sisik dan daging merupakan faktor utama berkurangnya populasi, terutama populasi dari Indonesia. Ancaman serius terhadap kelangsungan hidup trenggiling adalah kegiatan dari manusia yang mengeksploitasi satwa ini hingga populasinya terus menurun.

Wartika Rosa Farida, dalam penelitian berjudul “Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822), Mamalia Bersisik yang Semakin Terancam”, Penerbit Fauna Indonesia 9(1): 5–9 (2010), melaporkan lebih dari 99 persen spesies ini punah pada saat ini karena aktivitas manusia. Pemanenan trenggiling secara langsung dari alam yang dilakukan terus-menerus dan tidak terkontrol, serta pemanfaatannya tanpa diikuti usaha penangkaran atau budidaya, akan mengakibatkan kepunahannya.

Sebagai satwa yang di lindungi (Appendix II CITES), trenggiling dilarang di perdagangkan kecuali dengan peraturan dan kuota tertentu yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam/PHKA), dan scientific authority (Lembaga Ilu Pengetahuan Indonesia/LIPI).

Daging dan sisik trenggiling memang di yakini sebagai obat dan makanan. Pola pemanfaatan trenggiling dengan cara pemanenan langsung dari alam sangat meningkat dan umumnya di lakukan secara illegal, sehingga di yakini akan mengancam kelestariannya di alam. Karena itu upaya penangkaran atau pembudidayaan trenggiling merupakan pilihan solusi terbaik dan bijak untuk menjamin kelestarian trenggiling di alam.

 

Baca juga : Tips Memelihara Biawak

 

 

You might like

Tinggalkan Balasan